Kolagen: Ampuhkah Turunkan Berat Badan Lebih Cepat?

Admin

31/05/2025

3
Min Read

Menurut Dr. Paola Mogna-Peláez dari Universitas Navarra, Spanyol, kolagen dipilih sebagai fokus studi karena sifatnya yang alami, harganya yang terjangkau, dan ketersediaannya yang mudah. Beliau menyatakan, “Kolagen merupakan protein yang relatif murah dan minim efek samping yang dilaporkan.”

Selain itu, struktur kolagen dapat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan menyerap air dan mengembang di dalam lambung. Inilah aspek krusialnya: sensasi penuh yang dihasilkan oleh ekspansi kolagen ini membantu menekan keinginan untuk makan.

Riset yang Didukung Data Empiris

Penelitian ini melibatkan 64 partisipan dewasa yang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, dengan rentang usia antara 20 hingga 65 tahun. Semua partisipan diberikan pedoman pola makan sehat yang terinspirasi dari diet Mediterania. Akan tetapi, hanya separuh dari mereka yang juga diinstruksikan untuk mengonsumsi sebuah protein bar dengan rasa cokelat yang diperkaya kolagen (mengandung 10 gram kolagen) bersamaan dengan segelas air sebelum makan siang dan makan malam.

Setelah periode 12 minggu, kelompok yang mengonsumsi kolagen menunjukkan penurunan berat badan rata-rata sebesar 3 kg, sedangkan kelompok kontrol hanya mencatatkan penurunan sebesar 1,5 kg—perbedaan dua kali lipat yang cukup signifikan. Menariknya, kedua kelompok mengonsumsi jumlah kalori yang relatif sama.

Tidak Hanya Berat Badan, Tetapi Juga Kesehatan Jantung dan Hati

Lebih dari sekadar penurunan angka pada timbangan, kelompok yang mengonsumsi kolagen memperlihatkan peningkatan yang berarti dalam beberapa aspek kesehatan:

Hal lain yang patut diperhatikan adalah peningkatan massa tubuh tanpa lemak—termasuk massa otot—terjadi pada kelompok kolagen, sementara kelompok kontrol tidak mengalami perubahan yang signifikan. Ini mengindikasikan bahwa penurunan berat badan tersebut sebagian besar berasal dari pengurangan lemak, bukan massa otot.

Rasa Kenyang Lebih Lama, Konsumsi Makanan Lebih Sedikit

Kuesioner yang diisi oleh para partisipan menunjukkan bahwa mereka yang mengonsumsi kolagen merasakan kenyang yang lebih lama dan tingkat kelaparan yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hormon leptin—yang berperan dalam memberikan sinyal kenyang—memang mengalami penurunan pada kedua kelompok, tetapi kadar leptin pada kelompok kolagen tetap lebih tinggi di akhir penelitian.

Dalam uji coba yang dilakukan pada hewan, kolagen juga terbukti dapat menurunkan kadar ghrelin, hormon yang memicu rasa lapar. Di dalam lingkungan asam lambung, kolagen memiliki potensi untuk mengembang hingga 20 kali lipat dari ukuran awalnya—yang menjelaskan mengapa efek kenyang dapat terasa begitu signifikan.

Sensasi Rasa? Nikmat dan Aman

Selain efektivitasnya, protein bar kolagen juga mendapatkan apresiasi positif dari para peserta. Dengan penilaian rasa sebesar 8,8 dari 10, para partisipan menyatakan bahwa bar yang dilapisi cokelat hitam manis ini terasa enak dan tidak menimbulkan efek samping yang merugikan.

Menurut Dr. Mogna-Peláez, “Temuan kami mengindikasikan bahwa kolagen yang mengembang di dalam lambung memberikan sensasi kenyang yang lebih besar kepada para peserta, yang pada gilirannya menyebabkan mereka mengonsumsi makanan dalam jumlah yang lebih sedikit dan mengalami penurunan berat badan.” Beliau juga menambahkan bahwa peningkatan massa otot dapat memberikan kontribusi karena otot membakar kalori lebih banyak dibandingkan lemak.

Hal yang menarik, para peneliti juga berhipotesis bahwa kolagen mungkin memiliki pengaruh terhadap komposisi mikrobiota usus—kumpulan bakteri baik yang hidup dalam sistem pencernaan—yang berpotensi membantu meregulasi berat badan dan nafsu makan. Penelitian lanjutan dengan jumlah partisipan yang lebih besar saat ini sedang dilakukan untuk memahami mekanisme ini secara lebih mendalam.

Sementara itu, protein bar kolagen yang digunakan dalam studi ini telah tersedia secara komersial, membuka peluang baru bagi individu yang ingin menurunkan berat badan dengan pendekatan yang lebih alami dan berisiko minimal.